Header Ads

WALHI Sumut: Kapitalisme Rakus Penyulut Banjir dan Longsor


Medan. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatra Utara (WALHI Sumut) Rianda Purba menegaskan, berulangnya bencana banjir bandang dan tanah longsor di berbagai wilayah di Indonesia termasuk Sumatra adalah karena keserakahan kapitalisme.

“Jadi tema (diskusi) ini sudah benar ya. Keserakahan kapitalisme,” ujarnya dalam Diskusi Tokoh bertema Bencana Sumatera: Antara Musibah dan Keserakahan Kapitalisme, Ahad (7/12/2025) di Hotel Madani, Medan, Sumut.

WALHI, sambungnya, mengindikasikan setidaknya ada tujuh perusahaan yang berkontribusi dalam bencana banjir Sumatra ini.

“Sejak lama, perusahaan-perusahaan tersebut melakukan alih fungsi terkhusus pada sepuluh tahun terakhir ini. Akibatnya ada sekitar 10.700 hektare lahan telah beralih fungsi,” ungkapnya.

Bahkan disebabkan secara hukum wilayah itu tidak bisa lagi disebut sebagai hutan, karena pemerintah pusat menerbitkan izin alih fungsi dari belakang meja mereka, WALHI kerap mengalami kendala dalam memvokasi isu-isu lingkungan hidup dan keadilan sosial.

“Perusahaan-perusahaan itu mengantongi izin sering kali pihak WALHI mengalami kendala dalam upaya menjaga eksistensi hutan bahkan dalam beberapa putusan pengadilan WALHI kalah,” tandasnya.

Problem Komitmen

Namun di saat yang sama, pembicara lain yang juga hadir dalam diskusi ini, di antaranya Ketua Ombudsman RI Perwakilan Sumut Herdensi Adnin, mengakui banyak aturan atau regulasi yang telah diterbitkan pemerintah justru tumpang tindih.

“Berbagai persoalan yang kerap terjadi di negeri ini termasuk bencana banjir baru-baru ini karena ada problem komitmen pemerintah dalam melakukan pengawasan dan penindakan terhadap para perusak lingkungan,” paparnya.

Sebutlah ketika melakukan investigasi soal hutan mangrove (bakau) di Deli Serdang, ia mengatakan banyak yang memagari hutan mangrove itu untuk kepentingan pribadi dan ternyata tidak ada pengawasan ataupun penindakan sehingga mereka melakukan penguasaan.

Kembali ke Islam

Karenanya, menyambung itu, Prof. Mohammad Basyuni, pembicara lain yang juga hadir sekaligus merupakan Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara (USU), mendorong agar pengelolaan hutan dikembalikan kepada hukum Islam.

“Agar pengelolaan hutan dikembalikan kepada hukum Islam,” tegasnya, sembari memaparkan bahwa ketentuan yang bisa membawa manfaat besar bagi rakyat ini termaktub di kitab-kitab fikih.

Sebab, sebagaimana dipahami bersama, Islam memandang sumber daya alam, termasuk hutan, sebagai karunia dari Allah SWT yang pada prinsipnya ditujukan untuk kesejahteraan seluruh umat manusia, yang selaras dengan konsep kepemilikan umum (milkiyah ‘ammah).

Oleh karena itu, dalam kerangka ekonomi dan politik Islam, pengelolaan hutan idealnya berada di bawah wewenang negara, yang bertindak sebagai pengelola dan penjamin agar manfaat hutan dapat dinikmati secara adil dan berkelanjutan oleh seluruh rakyat, bukan untuk dikuasai oleh segelintir individu atau perusahaan.

“Dalam Islam, hutan ini termasuk kepemilikan umum. Jadi tidak boleh diserahkan kepada pihak swasta. Negara harus langsung mengelola untuk kesejahteraan masyarakatnya,” pungkasnya. (sumber : media-umat.com, sumber gambar detiknews)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.